Sabtu, 20 November 2010

The Intelligent Investor-Bab II. Investor dan Inflasi

The Intelligent Investor

Inspired by Benjamin Graham

Bab II. Investor dan Inflasi

Seperti diketahui dalam melakukan investasi, investor harus memperhitungkan tingkat inflasi yang akan terjadi di masa depan. Karena imbal-hasil nyata (real-return) dari investasi harus dikurangi oleh tingkat inflasi yang terjadi pada saat itu.

Apa itu Inflasi? Menurut buku ‘Principal of Economic’ oleh N. Gregory Mankiw – Harvard Iniversity, edisi ke 5. Inflasi adalah suatu kenaikan semua harga di dalam suatu perekonomian. Berdasarkan fakta inilah maka para investor harus melakukan tindakan investasi yaitu, untuk mengembangkan dananya agar tetap minimal mempunyai ‘nilai beli’ yang relatif sama di kemudian hari.

Kejadian ini dapat dengan mudah kita rasakan, bila kita melihat harga beras yang layak pada awal tahun 2000-an, maka harga beras tersebut rata-rata per-kg sebesar Rp. 2.500,-, sedangkan saat ini atau 10-tahun kemudian maka harga beras tersebut sudah menjadi minimal Rp. 10.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa harga beras dalam waktu 10-tahun terakhir sudah naik menjadi 400% atau rata-rata sebesar 40% per tahun. Untuk itu investor harus dapat melakukan investasi yang memberikan return minimal sama, bahkan kalau bisa lebih dari kenaikan harga tersebut, atau paling tidak sama dengan tingkat kenaikan inflasi di masa depan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh investor ialah melakukan investasi di saham. Walaupun investasi ini tidak menjamin kebal terhadap inflasi, tetapi menurut penelitian menunjukkan bahwa return saham dapat melebihi tingkat inflasi. Seperti yang terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Pada akhir tahun 2000 IHSG ditutup pada posisi 416 sedangkan pada akhir tahun 2010 diperkirakan IHSG ditutup pada level 3.800 (saat ini IHSG berada pada level 3.700-an), data ini memperlihatkan bahwa kenaikan harga saham dalam kurun waktu 10-tahun terakhir adalah sebesar 813% atau rata-rata kenaikian harga saham tersebut sebesar 81% per tahun.

Disamping itu investor dapat melakukan alokasi asset/investasinya di obligasi dan di saham. Investasi pada obligasi mempunyai tujuan utama untuk menjaga ‘nilai pokok’ (principal), dimana ketika harga saham turun maka ‘nilai pokok’ investasi tetap terjaga (atau nilai pokoknya tidak mengalami penurunan). Sedangkan investasi pada saham bertujuan untuk mendapatkan pertumbuhan nilai investasi yang tinggi agar dapat mengalahkan tingkat inflasi di kemudian hari.

Obligasi adalah suatu instrument investasi yang memberikan pembayaran kupon atau bunga serta mengembalikan pokok investasinya bila sudah jatuh tempo kepada pemegang obligasi tersebut. Sedangkan saham akan memberikan dividen kepada pemegang sahamnya. Oleh karena itu obligasi memberikan pendapatan yang lebih pasti atau mungkin lebih besar jika pasar/bursa sedang mengalami penurun bila dibandingkan dengan saham.

Berdasarkan informasi tersebut diatas maka, Investor harus men-diversifikasikan portfolionya, ‘don’t put your eggs in one basket’ kata Warrant Buffet – Investor terkenal dari Amerika Serikat dengan jumlah kekayaan bersih mendekati US$ 50 miliar (kira Rp. 450 triliun) dan menduduki tingkat ke-3 dari daftar orang terkaya di seluruh dunia menurut versi majalah Forbes edisi Oktober 2010.

Investor dalam melakukan investasinya harus memiliki proporsi instrument saham dan obligasi di dalam portofolio yang dimilikinya, dengan asset alokasi antara saham dan obligasi dengan perbandingan 75% saham dan 25% obligasi atau sebaliknya, tergantung kepada tujuan masing-masing investor tersebut. Atau untuk memudahkan, investor dapat juga membagi rata portofolionya yaitu, saham – 50% dan obligasi – 50%.

Adapun tujuan investasi pada obligasi adalah, untuk menerima pendapatan tetap atau ‘fixed income’, sedangkan tujuan investasi di saham untuk mendapatkan keuntungan atau ‘capital gain’ yang tinggi. Selain itu, bagi para invenstor yang sibuk atau kurang mempunyai informasi dan kemampuan dapat meng-investasikan dananya pada Reksadana Saham, Reksadana Obligasi atauoun Reksadana Campuran.

Semua tindakan yang akan dilakukan oleh Investor haruslah dikembalikan oleh tujuan investasi yang dibuat oleh investor itu sendiri, karena bila investor sudah mengerti betul apa yang akan/sedang dilakukannya, maka tingkat keberhasilan dari investasi tersebut akan sangat mungkin tercapai sesuai dengan yang diharapkan, bila tidak maka hal yang sebaliknya akan terjadi.

Mengenai Pasar Modal, silahkan baca bab selanjutnya.

(Bab 3. Pasar Modal Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar